TKN94.COM, Bireuen – Sebanyak enam perangkat desa Gampong Garot, Kecamatan Pandrah, Kabupaten Bireuen, diberhentikan oleh Keuchik (Kepala Desa) secara mendadak. Proses pemecatan massal yang berlangsung pada 4 Maret 2024 itu memicu protes dari perangkat desa yang diberhentikan karena dinilai tidak sesuai prosedur.
Pemecatan tersebut mencakup beberapa posisi penting, seperti Bendahara, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, dan Ketua Lembaga Gampong. Salah seorang perangkat yang diberhentikan, TZ, mengaku kecewa karena Keuchik mengambil keputusan sepihak tanpa memberikan surat peringatan terlebih dahulu.
“Kami sudah mengabdi lebih dari lima tahun. Pemecatan ini dilakukan mendadak tanpa alasan jelas dan diumumkan begitu saja dalam rapat umum di meunasah. Nama-nama kami dibacakan, lalu perangkat baru langsung diangkat,” ungkap TZ, Kamis (23/1/2025).
Langgar Qanun dan Peraturan
Menurut TZ, tindakan Keuchik bertentangan dengan Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pemerintahan Gampong dan Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. Kedua aturan tersebut mensyaratkan adanya prosedur formal, seperti pemberian surat peringatan dan rekomendasi dari kecamatan, sebelum perangkat desa diberhentikan.
Sementara itu, Kasi Pemerintahan Kecamatan Pandrah, Saifuddin, menegaskan bahwa Keuchik tidak bisa sembarangan mengambil keputusan terkait pemberhentian perangkat desa. “Pemberhentian perangkat desa harus sesuai aturan. Ada tahapan yang harus dilalui, mulai dari pemberian SP1, SP2, SP3, hingga rekomendasi dari kecamatan. Tindakan sepihak seperti ini tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Prosedur Rapat Dinilai Cacat
Dalam rapat umum yang menjadi dasar keputusan Keuchik, disebutkan bahwa 111 warga hadir untuk menyetujui pemberhentian. Namun, data tanda tangan persetujuan justru mencapai 250 orang, menimbulkan dugaan manipulasi.
Selain itu, hasil rapat tersebut dilaporkan ke kecamatan untuk mendapatkan rekomendasi pemberhentian dan pengangkatan perangkat baru. Namun, pihak kecamatan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi tersebut karena prosesnya dianggap tidak sesuai aturan.
Permintaan Penyelidikan
Perangkat yang diberhentikan meminta camat atau bupati segera memeriksa legalitas keputusan Keuchik. “Kami berharap bupati atau camat dapat mengevaluasi tindakan Keuchik ini. Apakah pemberhentian ini sudah sesuai aturan atau tidak. Kami hanya menginginkan keadilan,” ujar TZ.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap prosedur hukum dalam pemerintahan desa agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan konflik dan ketidakpuasan di masyarakat.
(Chan)


Komentar